pronoted.com – Proses holdingisasi BUMN menuai sorotan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, menyebut beban utang menjadi pekerjaan rumah terbesar dalam agenda holding BUMN.
“Baca Juga: Norma: Pengepungan di Bukit Duri: Film Aksi Sarat Makna“
Holdingisasi Tak Bisa Abaikan Beban Warisan Lama
Tauhid menyatakan proses holding harus menyelesaikan warisan persoalan bisnis BUMN masa lalu.
Masalah tersebut mencakup tingginya beban utang, lambatnya restrukturisasi, dan beberapa kasus fraud.
Ia menegaskan bahwa proses ini tidak bisa dilakukan secara instan tanpa perbaikan mendasar.
“Mayoritas BUMN masih memiliki beban utang tinggi. Ini membuat restrukturisasi sulit dijalankan,” kata Tauhid dalam Forum BUMN 2025.
Ia juga menyebut penugasan politik dan penundaan pembayaran menjadi hambatan tambahan dalam proses holding.
BUMN Berbasis Ekspor Hadapi Tantangan Harga Komoditas
Tauhid menambahkan bahwa holdingisasi juga harus mempertimbangkan situasi bisnis global yang dinamis.
BUMN yang berorientasi ekspor kini menghadapi tekanan akibat penurunan harga komoditas.
Hal ini menurunkan pendapatan dan menyulitkan penguatan neraca keuangan perusahaan.
“BUMN di sektor ekspor harus bersiap menghadapi kondisi pasar yang tidak stabil,” ujarnya.
Likuiditas Perbankan dan Penugasan Baru Jadi Beban Tambahan
Selain masalah utang dan ekspor, Tauhid menyoroti pengetatan likuiditas di sektor perbankan nasional.
Kondisi ini akan menyulitkan pembiayaan ulang utang BUMN dan memperlambat ekspansi bisnis mereka.
Dia juga menyinggung tantangan dari model penugasan baru seperti Koperasi Desa Merah Putih.
Menurutnya, kebijakan seperti ini perlu dibarengi dengan kajian matang agar tidak membebani BUMN lebih jauh.
“Himbara misalnya, harus menyesuaikan skema baru ini agar tidak bertentangan dengan misi holdingisasi,” jelas Tauhid.
Evaluasi Ulang Struktur Klaster BUMN Dinilai Perlu
Tauhid juga mengkritik struktur 13 klaster BUMN yang saat ini diterapkan pemerintah.
Menurutnya, batas antar-klaster kadang tidak jelas dan terlalu luas dalam implementasinya.
Ia menilai pemerintah perlu mengevaluasi apakah pembagian klaster saat ini masih relevan.
“Pembentukan klaster harus berdasarkan fungsi bisnis, bukan sekadar pengelompokan administratif,” tambahnya.
Risiko Kehilangan Momentum Bisnis Inovatif
Tauhid memperingatkan bahwa BUMN bisa kehilangan banyak peluang jika terlalu sibuk membenahi masalah lama.
Ia menyebut peluang inovasi bisnis baru justru muncul saat ekonomi sedang menghadapi tekanan.
“Bila tidak cepat beradaptasi, BUMN bisa kehilangan momen penting yang dampaknya besar bagi perekonomian,” katanya.
Menurutnya, holdingisasi harus disertai strategi inovasi dan efisiensi yang agresif.
Tanpa perubahan model bisnis, proses integrasi holding berisiko stagnan atau kehilangan arah.
“Baca Juga: Norma: ENRG Jadi Pemegang Kendali Penuh Blok Kangean
Holding Harus Jalan Seiring Reformasi Internal
Indef menegaskan bahwa agenda holdingisasi BUMN tetap penting, tetapi harus dilakukan dengan perencanaan matang.
Beban utang dan kompleksitas penugasan menjadi tantangan utama yang harus dihadapi secara serius.
Reformasi internal, evaluasi struktur klaster, dan penguatan sinergi bisnis menjadi kunci keberhasilan holding.
Jika tidak disertai langkah konkret, holdingisasi hanya akan jadi perubahan struktural tanpa dampak ekonomi nyata.